Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1434 H

Mohon Maaf Lahir Dan Batin.

Foto Bersama Penari Binaan IKPM SUMSEL

Saat Tampil Pada Pringatan Hari Pendidikan Nasional Yang Diselenggarakan DIKTI.

Menjadi Pemateri

Saat Penerimaan Mahasiswa Baru UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Penyerahan Piala Begilir Kepada Komisariat OKU Selatan Sebagai Juara Umum

Pada HUT IKPM SUMSEL Ke-36 di Balai Sriwijaya Yogyakarta

Pages

Minggu, 03 Juni 2012

Jangan Korban Iklan


Menjelang musim penerimaan mahasiswa baru, berbagai kampus sibuk menggalang simpati calon mahasiswa baru (Maba), termasuk lewat jasa iklan. Perguruan Tinggi menggunakan iklan karena dianggap efektif menjaring Maba. Baik itu iklan melalui koran, televisi, radio, spanduk, baliho, pamflet, brosur, facebook, dan media sosial lain.
Namun begitu, Maba mesti tetap berhati-hati. Karena tak jarang iklan yang ditampilkan berbeda dengan kenyataan. Kebanyakan iklan melalui media sosial menghipnotis pembaca atau Maba dengan berbagai godaan-rayuan iklan. Entah itu iming-iming beasiswa, lapangan kerja, fasilitas lengkap dimiliki kampus, suasana kondusif belajar, dan masih banyak lagi yang tertulis dalam iklan.
Tujuan iklan itu adalah mempengaruhi, mengajak, dan bahkan merubah sikap Maba. Dalam pemahaman sederhana, iklan itu diharapkan bisa menjaring Maba sebanyak-banyaknya agar masuk di Perguruan Tinggi tersebut. Di titik ini, kompetisi dan perang iklan antara kampus guna merebut Maba terjadi.
Dalam konteks itu, Maba mesti berhati-hati. Sikap kritis harus dikedepankan. Jangan sampai menjadi korban iklan kampus. Pasalnya, iklan kampus, sesungguhnya tidak merepresentasikan konteks sosial secara menyeluruh terhadap PT tersebut. Iklan hanya bersifat sempalan dan tidak kolektif mewakili keadaan sebenarnya di dalam kampus.
Dalam arti lain, iklan itu hanya bagian kecil dari realitas kampus yang ditampilkan. Maka dari itu, Maba jangan mudah percaya dulu dan memakan mentah-mentah isi yang disajikan dalam iklan PT. Ada kalanya iklan itu benar, tapi tak cukup mewakili keseluruhan kenyataan kampus. Namun, sisi lain, tak jarang iklan itu dapat menipu hanya untuk mendapatkan Maba sebesar-besarnya dan meraup keuntungan secara ekonomi dari Maba.
Meninjau kebenaran iklan dengan paradigma dan pendekatan kritis adalah sikap cerdas agar Maba tak tertipu dengan gombalan iklan kampus. Maksudnya, Maba dan orang tua siswa jangan percaya sepenuhnya pada iklan kampus sebelum meninjau langsung keadaan sebenarnya di dalam kampus tersebut.
Mempelajari secara utuh realitas kampus yang diinginkan, bukan saja lewat iklan, tapi entah itu berkunjung langsung di kampus tersebut, atau mendapat informasi dari orang lain—merupakan cara efektif memilih PT yang tepat dan diinginkan. Dengan begitu, calon Maba dan orang tua siswa tidak mudah termakan rayuan gombal iklan kampus.

Agus Syahputra* Ketua Umum IKPM Sumsel Yogyakarta 2012-2014
Diterbitkan di Kedaulatan Rakyat Peduli Pendidikan Tanggal, 02 Juni 2012

Kampus Rakyat

Istilah kampus rakyat tidak saja menjadi idiom tanpa makna. Istilah tersebut menjadi penanda akan suatu harapan masyarakat. Yakni, kampus yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang kelas ekonomi. Dalam hal ini, prinsip keadilan dalam memperoleh pendidikan pada setiap warga negara mesti dijalankan Perguruan Tinggi.
Amanah mulai itu sesungguhnya telah termaktub pula dalam konstitusi negara kita. Pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945, menyebutkan setiap warga negara berhak mengeyam pendidikan layak. Itu artinya, pendidikan tidak melihat perbedaan. Maksud sederhana, siapa pun dia dan dari mana pun asalnya, berhak mendapatkan pendidikan layak di republik ini.
Akses keterbukaan pendidikan itu, dapat menjadi alternatif atau pertimbangan bagi mahasiswa baru dalam menentukan kampus yang akan menjadi tempat menimba ilmu. Pasalnya, makna kampus rakyat begitu luas dan bermaksud mulia. Dalam arti, kampus tersebut tidak saja diperuntukkan pada setiap orang dengan memperoleh hak yang sama. Melainkan, makna kampus rakyat juga dapat berarti kampus itu mesti mengabi pada kepentingan masyarakat, kemanusian, dan bangsa.
Simbolisme kampus rakyat begitu penting. Selain untuk memberikan pemaknaan bahwa dalam pendidikan tidak mengenal kastanisasi dan status sosial, lebih dari itu makna tersebut dapat pula menepis egoisme dan arogansi PT yang tak jarang hanya berada di menara gading intelektual.
Artinya keberadaan PT di tengah masyarakat tidak dirasakan begitu penting. Itu terjadi karena PT lebih mengisolasi diri dan hanya mementingkan kebutuhan sivitas akademika tanpa peduli pada kepentingan lingkungan sosial. Padahal, secara ideal, eksistensi PT tidak seperti itu. Dalam Tri Dharma PT, disebutkan, selain sivitas akademika mampu mengembangkan pengetahuan di bidang penelitian, dan ilmu pengetahuan, pengabdian pada masyarakat merupakan tugas mulia kampus yang jangan sampai dilupakan PT.
Itulah pentingnya simbolisme kampus rakyat secara luas. Kampus yang dapat diakses semua kalangan. Lembaga pendidikan yang tidak memandang kasta. Karena begitulah keberadaan PT. Pertimbangan itulah, hemat penulis yang dapat menjadi alasan pula bagi mahasiswa baru dalam memilih PT yang tepat.

Agus Syahputra* Ketua Umum IKPM SUMSEL Yogyakarta 2012-2014.
Diterbitkan di Suara Merdeka tanggal, 26 Mei 2012